Istilah autisme berasal dari kata "auto" yang berarti berdiri sendiri. Istilah ini diperkenalkan oleh Leo Kramer pada tahun 1943 karena melihat anak autisme memiliki prilaku aneh, terlihat acuh dengan lingkungan dan cenderung menyendiri seakan-akan hidup dalam dunia yang berbeda. Perilaku aneh yang tergolong gangguan perkembangan berat ini terjadi karena adanya kerusakan saraf dibeberapa bagian otak.
Menurut Dr. Rudy sutadi, SpA, spesialis anak dari Pusat Terapi Kid Autis, kerusakan saraf otak ini muncul karena banyak faktor, termasuk masalah genetik dan faktor lingkungan. Autisme terbagi dua. Disebut autisme klasik manakala kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir, karena sewaktu mengandung, ibu terinfeksi virus, seperti rubella, atau terpapar logam berat berbahaya seperti merkuri dan timbal yang berdampak menagacaukan proses pembentukan sel-sel saraf di otak janin.
Jenis kedua disebut autisme regresif. Muncul saat anak berusia antara 12 sampai 24 bulan. Sebelumnya perkembangan anak relatif normal, namun tiba-tiba saat usia anak meninjak 2 tahun kemampuan anak merosot. Yang tadinya sudah bisa membuat kalimat 2 sampai 3 kata berubah diam dan tidak lagi berbicara. Anak terlihat acuh dan tidak mau melakukan kontak mata. Kesimpulan yang beredar di klangan ahli menyebutkan autisme regresif muncul karena anak terkontaminasi langsung oleh faktir pemicu. Yang paling disorot adalah paparan logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan.
Sebuah harapan
Dulu penyandang autisme dianggap tidak punya masa depan, sekarang peluang sembuh terbuka lebar. Anak autisme dikatakan sembuh bila mampu mengikuti sekolah reguler, berkembang dan hidup mandiri di tengah masyarakat dengan tidak menunjukkan gejala sisa. kini di luar negeri sudah ada anak autisme yang bersekolah samapi S3, menikah, dan memiliki anak bahkan menjadi pejabat. Kunci kesembuhan anak autisme ada dua, yaitu intervensi terapi perilaku dengan metode ABA dan intervensi biomedis. ABA merupakan singkatan dari Applied Behaviour analysis(ABA). Dipergunakan pertama kali dalam penanganan autisme oleh Lovaas, sehingga disebut dengan metode Lovaas. Metode ini melatih anak berkemampuan bahasa, sosial, akademis, dan kemampuan membantu diri sendiri. Pada tahun 1967, Lovaas sudah membuktikan ABA bisa memperbaiki ketidaknormalan anak autisme dnan tingkat keberhasilan sampai 89 persen. Sedangkan Intervensi biomedis diperlukan untuk membenahi kerusakan sel-sel tubuh akibat keracunan logam berat dan mengusir kendala-kendala yang menghalangi masuknya nutrisi ke otak. Intervensi biomedis menuntut anak untuk menjalani diet tertentu. Jenis makanan yang dipantang bergantung kondisi seberapa parah keracunan yang terjadi. Umumnya anak autisme dilarang mengkonsumsi susu sapi dan makanan mengandung tepung terigu.
Diet Susu Sapi dan Terigu
Susu sapi mengandung protein kasein sedangkan terigu mengandung protein gluten. Menurut Rudy, tubuh anak-anak autis tidak bisa mencerna kasein dan gluten secara sempurna. Uraian senyawa yang tidak sempurna masuk ke pembuluh darah dan sampai ke otak sebagai morfin. Ini terbukti dengan ditemukannya kandungan morfin yang bercirikan kasein dan gluten pada tes urine anak-anak autisme. Keberadaan morfin jelas mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf sehingga anak berprilaku aneh dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya. "Makanya anak autisme berprilaku seperti anak morfinis. kadang-kadang saja bisa berinteraksi dengan lingkungannya tapi hanya sementara kemudian ngawur lagi" kata Rudy. Dengan diet kasein dan gluten dapat meminimalkan gangguan morfin dan merangsang kemampuan anak menerima terapi ABA.
Deteksi autisme
Amati gerak balita Anda, sebab gejala autisme muncul pada fase usia 0-3 tahun ada banyak gejala autisme. sekalipun ada kontak mata, jika anak menunjukkan gejala autisme lain, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter saraf anak atau ahli kejiwaan anak untuk memastikan diagnosa autisme. Diagnosa bisa dipercaya bila dokter melakukan test dengan kriteria DSM IV atau ICD-10.
Indikator perilaku autistik pada anak-anak
Bahasa dan Komunikasi
a.. Ekspresi wajah datar
b.. Tidak menggunakan bahasa atau isyarat tubuh
c.. Jarang memulai komunikasi
d.. Tidak meniru aksi dan suara
e.. Bicara sedikit atau tidak ada
f.. Mengulangi atau membeo kata-kata, kalimat-kalimat, atau nyanyian
g.. Mengucapkan intonasi atau ritme vokal yang aneh
h.. Tampak tidak mengerti arti kata. Kalau mengerti dan menggunakan kata secara terbatas
Hubungan dengan orang
a.. Tidak responsif
a.. Tidak ada senyum sosial
a.. Tidak berkomunikasi dengan mata
a.. Kontak mata terbatas
a.. Tampak asyik bila dibiarkan sendirian
a.. Tidak melakukan permainan giliran
a.. Menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat untuk melakukan sesuatu
Hubungan dengan lingkungan
a.. Bermain repetitif atau diulang-ulang
a.. Marah dan tidak menghendaki perubahan
a.. Berkembangnya rutinitas yang kaku
a.. Memperlihatkan ketertarikan yang sangat pada sesuatu dan tidak fleksibel
Respon terhadap rangsangan
a.. Panik terhadap suara-suara tertentu
a.. Sangat sensitif terhadap suara
a.. Bermain dengan cahaya dan pantulan
a.. Memainkan jari-jari di depan mata
a.. Menarik diri ketika disentuh
a.. Sangat tidak suka dengan pakaian, makanan, atau hal-hal tertentu
a.. Tertarik pada pola, tekstur, atau bau tertentu
a.. Sangat inaktif atau hiperaktif
a.. Mungkin suka memutar-mutar sesuatu, bermain berputar-putar, membentur-benturkan kepala, atau menggigit pergelangan
a.. Melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan
a.. Tahan atau berespon aneh terhadap nyeri
Kesenjangan perkembangan perilaku
a.. Kemampuan akan sesuatu mungkin sangat baik atau sangat terlambat
a.. Mempelajari keterampilan di luar urutan normal.Misal : membaca tapi tidak mengerti arti
a.. Menggambar secara rinci tapi tidak bisa mengancingkan baju
a.. Pintar memainkan puzzle tapi amat sukar mengikuti perintah
a.. Berjalan pada usia normal, tapi tidak bisa berkomunikasi
a.. Lancar membeo bicara, tapi sulit memulai bicara dari diri sendiri (inisiatif komunikasi)
a.. Suatu waktu dapat melakukan sesuatu, tapi di lain waktu tidak
Vaksinasi: Manfaat dan Bahaya
Dalam tubuh sekelompok anak autisme di AS yang sebelumnya berkali-kali menjalani imunisasi ditentukan kandungan merkuri di atas kadar normal. Bagaimana merkuri bisamasuk ke dalam tubuh anak? ternyat, beberapa jenis vaksin mengandung pengawet thimerosal. Hampir 50 persen senyawa ini terdiri dari etilmerkuri.
Fakta lain tentang kaitan vaksin dan autismen diungkapkan Andrew Wakefield sekitar tahun 1998. Dokter asal Inggris ini memaparkan pemberian vaksin kombinasi MMR (Measles,Mumps,dan Rubella) untuk mencegah penyakit campak, gondong dan rubella (campak jerman) sekalipun vaksin tersebut tidak mengandung merkuri.
Rudy menjelaskan MMR berisikan tiga viurs, diberikan pada anak dengan harapan anak dapat langsung memiliki tiga natibodi. Pada anak-anak tertentu, kedatangan tiga virus sekaligus menimbulkan reaksi autoimun dimana zat yang seharusnya melindungi malah menyerang tubuh, tepatnya yang serang bagian selubung serabut saraf otak.
Saat ini belum satu pun negara melarang penggunaan vaksin-vaksin tersebut, mengingat keberadaannya diperlukan untuk mencegah wabah penyakit berbahaya di masyarakat luas. Negara maju seperti AS pun baru tahap memerintahkan produsen untuk emnghentikan pembuatan vaksin ber-thoimerosal dan segera memproduksi vaksin bebas merkuri. Stok vaksin bermerkuri masih digunakan. Bila produksi vaksin baru telah mencukupi kebutuhan negaranya, barulah vaksin "bermasalah" ditarik dari peredaran.
karenanya Rudy menyarankan dalam melakukan vaksinasi sebaiknya para orangtua lebih mengutamakan kondisi individu anak. Bila di lingkungan keluarga besar ada yang mengidap autisme, kelainan genetik seperti down syndrown, atau penyakit autoimun seperti lupus dan jantung rematik, anak beresiko mengidap autisme. Tetap berikan imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit menular, tetapi lakukan dengan yang cara lebih teliti. Mintalah dokter memberikan vaksinasi measles,mumps,dan rubella dengan jadwal terpisah berjarak sekitar 3 bulan antara satu dengan yang lainnya.